Dugaan adanya kerjasama dengan sejumlah akun media sosial sebagai buzzer untuk mempromosikan kegiatan Gubernur Bobby Nasution, terkesan dilindungi Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Sumatera Utara, Erwin Hotmansyah Harahap.
“Sampai saat ini Pemprovsu tidak ada kerjasama dengan akun medsos pribadi,” kata Erwin menjawab konfirmasi wartawan, Rabu (1/10/2025).
Publikasi Pemprov Sumut, kata dia, selama ini dikelola melalui Dinas Kominfo dengan program pengelolaan informasi dan komunikasi publik. Sub-kegiatan yang dilakukan berupa konferensi pers harian, ekspos program dan progres OPD, serta kegiatan podcast.
“Ini yang dicover oleh rekan-rekan media cetak, online, dan elektronik, bukan akun pribadi,” ujarnya.
Dugaan puluhan akun sosmed (Instagram, TikTok, dan Facebook) yang digandeng sebagai buzzer Gubsu Bobby tersebut, kabarnya diskemakan lewat penyedia atau vendor. Penyedia ini dari kelompok orang kepercayaan Bobby Nasution di divisi media. Hal yang sama mereka skemakan untuk mengakomodasi lebih dari 70 media online yang belum terdaftar di Dewan Pers dan bahkan masuk dalam surat keputusan (SK) Diskominfo Sumut untuk mendapat ‘kue’ yang resmi.
Disinggung informasi dimaksud, Erwin Harahap pakai jurus diam seribu bahasa. Yang tadinya bersuara lantang dan cepat merespon konfirmasi, cuma membaca pesan masuk pada WhatsApp-nya saja.
Informasi yang dihimpun sebelumnya menyebutkan, para pemilik akun tersebut menerima bayaran variatif antara Rp2 juta hingga Rp3 juta per bulan. Namun hingga kini, model kerjasama dan regulasi yang menjadi dasar pembayaran itu belum jelas.
Selama ini, kerjasama publikasi pemerintah daerah hanya memiliki pijakan hukum pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/2017 tentang Standar Perusahaan Pers. Aturan tersebut menegaskan, hanya perusahaan pers berbadan hukum Indonesia yang tercatat di Dewan Pers yang dapat menjalin kerjasama resmi. Akun pribadi media sosial sama sekali tidak termasuk kategori itu.
“Kalau kerjasama dilakukan dengan akun medsos personal, jelas tidak ada dasar hukumnya. Anggaran publikasi pemerintah hanya bisa dialokasikan ke perusahaan pers resmi. Kalau dipaksakan, ini masuk penyalahgunaan wewenang dan bisa berujung pidana,” ujar seorang wartawan senior di Medan, Selasa (30/9).
Ia menambahkan, pembayaran uang negara kepada akun medsos pribadi rawan menyeret Pemprov ke ranah hukum.
“Jika pos belanja publikasi dibayarkan ke akun pribadi tanpa badan hukum, ini jelas bermasalah. Bisa dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor,” tegasnya.