Di balik sosok bocah 11 tahun yang membawa pulang medali perunggu Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2025 bidang Matematika, ada dua kekuatan besar yang menyokongnya sejak awal: keluarga yang mendidik dengan penuh perhatian, dan sekolah yang tak henti membina dan membimbing.
Paul Yohanes Damanik, siswa kelas VI SD dari Yayasan Kalam Kudus Pematangsiantar, membuktikan bahwa ketekunan, cinta belajar, dan dukungan lingkungan yang tepat dapat membawa anak-anak Indonesia mencapai prestasi luar biasa di panggung nasional.
Didikan Orangtua Sejak Dini: Matematika Jadi Bagian Hidup
Lahir pada 1 Desember 2014, Paul merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, buah hati pasangan Budi Damanik, seorang pengusaha, dan dr. Rosita Sinaga, seorang dokter. Kedua orangtua ini melihat kecintaan Paul pada Matematika sejak usia dini — bahkan sebelum ia benar-benar memahami arti dari kata “ujian”.
“Sejak TK sudah terlihat. Tapi mulai kelas III SD, dia makin serius. Kadang minta dibelikan buku Matematika sampai ke Medan karena yang di Siantar sudah habis dia baca,” ungkap sang ibu.
Meski kesibukan sebagai pengusaha dan dokter menyita waktu, pasangan ini tak pernah abai mendampingi perkembangan akademik Paul. Mereka rutin menyediakan waktu untuk berdiskusi, membacakan soal, hingga mencarikan sumber belajar tambahan.
“Kami tidak pernah memaksa, hanya menyediakan apa yang dia butuhkan untuk belajar. Kami percaya anak harus dicintai, bukan ditekan,” tambah Budi Damanik.
Sekolah yang Menempa dan Mengarahkan
Di bawah naungan Yayasan Kalam Kudus Pematangsiantar, Paul mendapatkan ruang yang luas untuk berkembang. Sekolah ini memang dikenal bukan hanya sebagai tempat belajar akademik, tetapi juga sebagai lembaga yang membentuk karakter dan semangat kompetisi siswa sejak dini.
“Setiap anak punya potensi, tugas kami adalah menemukannya lalu membinanya,” ujar Paulina Oscar, S.Pd, Direktur Pelaksana Yayasan Kalam Kudus.
Proses seleksi dan pembinaan OSN di sekolah ini sangat serius. Dari 100 siswa yang ikut seleksi internal, hanya 10 yang dipilih untuk pembinaan intensif. Paul termasuk salah satu yang lolos, dan sejak kelas IV ia mulai mengikuti pelatihan rutin, bahkan dengan materi setingkat SMA.
“Kami mendatangkan pelatih dari lembaga profesional seperti Pelatos untuk melatih siswa dan guru. Guru kami pun diberikan pelatihan berkala,” tambah Paulina.
Bu Ruth, Guru Pembina yang Jadi Sosok Kedua setelah Orangtua
Selain orangtua, Paul sangat terbantu oleh bimbingan Bu Tahi Ruth Habeahan, S.Pd, guru Matematika yang selama 2,5 tahun sabar membimbingnya menghadapi soal-soal olimpiade.
“Paul punya bakat, tapi yang paling menonjol adalah disiplin dan ketekunannya. Dia selalu menambah jam belajar sendiri setiap hari, tanpa pernah mengeluh,” ungkap Bu Ruth.
Bahkan saat dalam perjalanan ke Jakarta untuk final OSN, Paul lebih memilih membuka buku di bandara dibanding bermain gawai seperti peserta lainnya. Hal-hal sederhana seperti ini menunjukkan dedikasi luar biasa seorang anak yang memang mencintai dunia angka.
Puncak Prestasi di OSN Nasional
Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang Matematika tingkat SD adalah salah satu kompetisi akademik paling bergengsi di Indonesia. Materinya mencakup Bilangan, Geometri, Aritmatika, Statistika, hingga Kombinatorik, dan kerap kali melampaui kurikulum standar.
Dalam persaingan tingkat nasional, Paul menjadi satu-satunya wakil dari Sumatera Utara yang berhasil meraih medali, setelah melalui seleksi dari tingkat kota hingga provinsi. Ketatnya persaingan tak menyurutkan semangatnya.
“Di hari kedua ujian, peserta diminta mencari sebanyak mungkin solusi dari satu soal. Paul sempat kecewa hanya bisa memberikan 11 dari 16 solusi. Tapi itu sudah luar biasa,” kata dr. Rosita, ibunya.
Hasil akhirnya? Juara 3 nasional (medali perunggu) — sebuah prestasi gemilang bagi anak 11 tahun dari kota kecil Pematangsiantar.
Apresiasi Sekolah dan Harapan untuk Masa Depan
Sebagai bentuk penghargaan, Yayasan Kalam Kudus memberikan beasiswa uang sekolah selama enam bulan kepada Paul. Sekolah ini memang menjadikan sistem penghargaan sebagai bagian dari motivasi siswa: beasiswa 6 bulan untuk medali perunggu, 9 bulan untuk perak, dan 1 tahun untuk emas.
“Kami ingin setiap prestasi dihargai dan menjadi inspirasi bagi siswa lainnya,” ujar Yessy, S.Pd, Kepala Sekolah SD2 Kalam Kudus.
Ev. Su Chuan Jingga, SE, M.Th, perwakilan badan pengurus yayasan, menyatakan bahwa Kalam Kudus akan terus mendukung pengembangan potensi siswa, baik dari segi akademik maupun karakter.
Langkah Awal Menuju Impian Besar
Meski dikenal sebagai jagoan Matematika, cita-cita Paul cukup sederhana: menjadi seorang pengusaha, mengikuti jejak sang ayah. Namun, semangat dan ketekunannya dalam belajar menunjukkan bahwa apapun cita-citanya, ia akan menempuhnya dengan serius.
“Medali ini baru permulaan. Saya akan terus belajar,” ujar Paul singkat, sambil tersenyum malu-malu.
Penutup: Pendidikan Adalah Kolaborasi
Kisah Paul Yohanes Damanik adalah bukti nyata bahwa pendidikan anak adalah hasil kolaborasi hebat antara orangtua yang penuh perhatian, dan sekolah yang visioner dan konsisten mendidik.
Dengan dukungan Yayasan Kalam Kudus Pematangsiantar dan orangtuanya yang luar biasa, Paul telah menunjukkan bahwa anak-anak dari kota kecil pun bisa menorehkan nama di panggung nasional — bahkan dunia, kelak.
“Semoga akan lahir lebih banyak anak seperti Paul di masa depan. Semua anak berbakat, tinggal bagaimana kita menggali dan membinanya bersama-sama,” tutup Paulina Oscar.