Kisah tentang Tika Romauli Siregar yang batal menikah beredar luas dan menjadi pembahasan baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Sebegitu menariknya mungkin kisah itu dibaca oleh netizen. Mungkin ada juga netizen yang pernah mengalami hal sama tau pun yang menyerupai kisah tersebut.
Berbagai tanggapan,di sejumlah group, postingan dan situs media pun kian ramai. Tak ketinggalan, Lorenta mosir, seorang penggiat media sosial dari Pekan baru pun Kemarin, Sabtu (7/10) pukul 8:38 WIB menuliskan tanggapan lewat tulisan yang dipostingnya di beranda facebook.
Hanya hitungan jam Tulisan tersebut blangsung ranmai dibagikan netizen. Meski tak seviral postingan kisah yang ditulis Tika Romauli Siregar. Hingga kini Minggu (8/11) sekitar pukul 22.00 WIB tulisan Lorenta Samosir tersebut sudah viral. Sebanyak 4700 an komentar, 8000 kali dibagikan dan sudah mendapat sebanyak 15 ribuan respon dari netizen. Berikut Postingan Lorenta Samosir,
Baca Juga: Berita Awal Tentang Tika Romauli Siregar
“Kisah Chat Dengan Calon Mertua
(Tanggapan)
Sedang viral kisah cinta boru Batak, alias boru Siregar yang membantalkan pernikahan padahal sudah martuppol (tunangan) di gereja.
Aku sudah baca semua isi chat WA antara calon mertua dan calon menantu tersebut bahkan sejak kisah tersebut diposting ybs, sekarang akun facebooknya sudah disetting private. ( Tentang kebenaran siapa yang sesungguhnya chat apakah anak atau calon mertua , karena simpang siur bukan itu yang ingin saya kritisi ), tapi terkait habit kita wanita suku Batak.
Membaca isi chat seperti menonton kisah dalam sinetron. Manakala si camer intinya tidak menyukai si calon menantu hanya karena memakai perhiasan sederhana dan pakaian sederhana pula. Saya sudah lihat foto martuppolnya, si calon menantu cantik dengan kesederhanaan seperti itu.
Kebetulan dapat info dari tetangganya si gadis berdomisili di Riau, Minas, dan bukanlah orang miskin, mereka orang berada dan tapi memang berpenampilan sederhana. Sederhana bukan karena tidak mampu. Bahkan dengan sinamot (mahar)10 jt (info di sosmed ) )yang diberikan pihak laki-laki dia menerima.
Menjadi refleksi bagi kita suku Batak, khususnya wanita tahun tinggi. Saya sering ke pesta orang kita Batak,habit berpenampilan wah memang sudah seperti kewajiban bagi wanita suku Batak terutama di perkotaan. Mau mampu tidak mampu, utang pun jadi,berlian menjadi perhiasan wajib. Kebaya mahal, songket, dll, dari atas sampai ke bawah wajib wah.
Bayangkan harga kebaya berapa 1 stel, beserta songket biasa saja. Songket biasa saja pasti diatas 2 jt, Baju 1 jt, itu sederhana sekali ya. Belum perhiasan 1 set berlian, puluhan juta itu masih sederhan juga. Dari atas sampai bawah. Berapa modal yang harus dipakai sekali pesta. Apalagi jika suhut ( tuan rumah). Jika memang mampu tidak masalah, yang menjadi persoalan adalah ketika yang tidak mampu menjadi minder dan memaksakan diri berpenampilan wah. Demi gengsi….dan supaya tidak dikatai-katai istilahnya.
Baca juga: Kronologi perjalan kisah asmara Tika Romauli siregar
Aku berharap wanita Batak bisa menghentikan kebiasaan membicarakan/bergosip tentang orang lain karena tidak pakai perhiasan berlian dan songket mewah. Bayangkan jika calon menantu tidak pakai berlian, pasti jadi bahan pembicaraan seperti kisah diatas. Yang dipermasalahkan calon mertuanya adalah perhiasannya kok tipis sekali, setipis daun serai.
Dan rok martuppol juga model tahun lama. Inti masalah adalah hal tersebut yang akhirnya bertele-tele ke hal lain. Mungkin si calon mertua berharap si calon menantu akan berpenampilan wah… sehingga diharapkan akan menuai pujian dari teman-temannya. Ternyata diluar expektasi, dan si camer kecewa berat.
Dalam beberapa pesta wanita dan keluarga modern yang pernah kuhadiri sebenarnya sudah banyak yang mengalami kemajuan berpikir, terutama kaum muda. Banyak wanita muda sekarang sudah berani mendobrak tradisi berlian dan songket mewah. Tidak lagi memakai berlian, tapi semacam perhiasan harga ratusan ribu, tapi modis dan cantik. Wong dasarnya memang cantik dan intelek, ya tetap kelihatan berkelas.
Aku pernah menulis sebuah kritik “nikah di gedung, tinggal di kontrakan”.
Maksudnya memamerkan kemewahan pada saat pesta, begitu pesta selesai si pengantin tinggal di kontrakan 6×6 m, dan sekian tahun bekerja menutupi utang pesta. Sadis bukan? Bayangkan berapa angka biaya pesta sederhana saja untuk adat kita Batak, bisa untuk beli rumah sederhana, program Jokowi.
Hidup adalah pilihan, apakah memilih untuk ikut arus tradisi yang membuat hidup susah dan mencekik leher, atau memilih menjadi diri sendiri, punya prinsip dan jika bisa kita menjadi icon perubahan? Perubahan kepola pikir yang lebih baik.
Suatu saat temanku pernah bertanya tentang pakaian pestaku, dimana kami termasuk suhut ( paidua suhut) , tapi aku tidak pakai songket, tapi stelan baju kebaya dan padanan rok panjang modern dengan warna senada. Dia bilang ” ehh ….emangnya gpp ya tidak pakai songket ? Kalo disini sudah diceritain orang kalo begitu katanya. Kujawab, aku memakai apa yang ingin kupakai, bukan apa yang orang inginkan aku pakai.
Aku berkuasa atas diriku dan apa yang akan kupakai. Sepanjang itu tidak melanggar norma kesopanan dan agama. Dan intinya aku memang percaya diri dengan apa yang kulakukan dan apa yang kupakai.
So….wanita muda Batak Indonesia, mari kita bergerak ke arah kemajuan berpikir, bukan kemunduran. Perhiasan terbaik wanita bukan perhiasan fisik, tapi perhiasan batiniah. Bukankah juga firman Tuhan katakan demikian ? Hendaklah wanita berdandan dengan perbuatan baik, dengan sopan dan sederhana.
Tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.
Semoga kisah batalnya pernikahan karena songket dan perhiasan tidak lagi terjadi dalam kisah wanita Batak. Btw ini contoh anting harga ratusan ribu. Menurut kalian apakah menurunkan value (nilai) diriku?” Demikian ia menuliskan di dinding facebooknya (Vay)