Oleh: Anggreni El-lu’lu’| Tenaga Pendidik
Pendidikan adalah cara untuk mengangkat kelas sosial. Di sisi lain, pendidikan juga menjadi dasar pembangunan negara-negara maju. Namun faktanya, masih banyak anak muda di Indonesia yang tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk mengenyam pendidikan tinggi, khususnya Universitas.
Pada masa pandemi Covid-19 tidak hanya membawa dampak di sektor kesehatan. Tetapi juga di bidang ekonomi. Termasuk diantaranya banyaknya mahasiswa putus kuliah. Informasinya lebih dari setengah juta mahasiswa putus kuliah di masa pandemi Covid-19 ini.
Informasi tersebut disampaikan Kepala Lembaga Beasiswa Baznas Sri Nurhidayah dalam peluncuran Zakat untuk Pendidikan di Jakarta secara virtual Senin (16/8). Mengutip data dari Kemendikbudristek, Sri mengatakan sepanjang tahun lalu angka putus kuliah di Indonesia mencapai 602.208 orang.
Sri mendapatkan informasi soal angka putus kuliah tersebut dari Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kemendikburistek. Informasi yang dia terima, rata-rata angka putus kuliah paling banyak ada di perguruan tinggi swasta (PTS). Sri mengatakan pada tahun sebelumnya angka putus kuliah sekitar 18 persen.
Kemudian di masa pandemi ini naik mencapai 50 persen. Kondisi ini tidak lepas dari bertambahnya penduduk miskin akibat dampak ekonomi, sosial, dan kesehatan dari pandemi Covid-19.
Menurutnya banyaknya kasus putus kuliah itu menjadi keprihatinan bersama. Dia berharap beasiswa Cendekia Baznas yang dibuka tahun ini, bisa membantu masyarakat. Khususnya mahasiswa yang terdampak pandemi, sehingga tidak sampai mengalami putus kuliah.
Bantuan ini diberikan kepada mahasiswa semester V berupa beasiswa SPP sebesar Rp 2,7 juta per semester. Bantuan ini bekerjasama dengan 101 kampus negeri dan swasta. Masing-masing kampus mendapatkan kuota sepuluh penerima beasiswa dari keluarga mustahik. Sehingga total ada seribu lebih penerima beasiswa Cendekia Baznas.
Dalam kesempatan yang sama Ketua Baznas Noor Achmad mengatakan tujuan beasiswa yang mereka salurkan itu untuk meningkatkan kecerdasan bangsa. Sehingga bisa berimbas pada kesejahteraan keluarga.
Noor juga berpesan, sebaiknya pemberian beasiswa ini ke depan semakin banyak penerimanya. Sehingga bisa mencegah potensi mahasiswa putus kuliah. Nantinya harus dianalisis supaya penerima beasiswa benar-benar memiliki semangat kuliah dan kemampuan akademik baik, hanya saja terkendala ekonomi.
Plt Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbud Nizam menyampaikan angka putus kuliah setiap tahun memang banyak. Tetapi dia menekankan, putus kuliah itu tidak hanya disebabkan karena ekonomi atau pandemi Covid-19.
Nizam mengatakan, ada mahasiswa yang putus kuliah karena pindah program studi (prodi) di kampus yang berbeda. Sehingga di kampus asalnya, dianggap putus kuliah. Mereka ini memilih prodi lain yang dirasa cocok dengan masa depannya.
Dimana Peran Negara Hari Ini?
Hampir setengah juta mahasiswa terpaksa harus putus kuliah di tengah kondisi pandemi ini. Selain kesulitan biaya kuliah yang memberatkan juga karena saat pandemi ini banyak orang tua yang kehilangan pekerjaan akibat PHK. Di manakah peran negara?
Tidak efektifnya kebijakan untuk menanggulangi mobilitas semakin memperburuk kondisi pandemi saat ini. Transformasi dari satu varian ke varian lain makin memperkebal kekuatan virus dengan penularan yang juga semakin cepat.
Di samping lelahnya masyarakat akan semakin sulitnya ekonomi yang menyebabkan banyak pos-pos keuangam di rumah tangga harus kena sunat alias di hilangkan dari daftar pengeluaran. Memiliki anak bergelar sarjana dan calon intelektual merupakan dambaan tiap keluarga.
Apalagi si anak yang lulus kuliah kelak di harapkan bisa menjadi tulang punggung ekonomi keluarga dan bisa membawa perubahan ekonomi lebih baik. Namun sayangnya, meskipun pembelajaran daring yang selama ini marak di tengah pandemi, biaya kuliah, biaya wisuda, baju wisuda dan biaya gedung hingga SPP tetap saja bayar.
Menambah beratnya biaya kouta, menyiapkan alat untuk zoom seperti hp dan mengerjakan tugas dengan laptop, mesin printer juga merupakan beban keluarga mahasiswa. Dengan sistem yang online sekalipun biaya SPP malah tetap wajib di bayarkan.
Sedangkan selama pandemi banyak ayah yang kehilangan pekerjaan dan sulit sekali untuk mendapat uang. Biaya untuk makan dan minum menjadi prioritas daripada biaya pendidik. Jika hal ini dibiarkan negara tanpa melakukan apa-apa maka akan berakibat hilangnya generasi intelektual di masa depan.
Negara pasti akan sangat di rugikan. Faktor ekonomi selain mendorong harus ada mobilitas tapi seharusnya tetap mempertimbangkan keselamatan nyawa manusia. Bukan sekedar bertumpu kepada kebijakan ekonomi. Memang benar, belum adanya jaminan ekonomi dan sosial oleh negara menyebabkan hal seperti ini akan terjadi.
Inilah potret pendidikan saat ini. Pendidikan menjadi barang mewah karena pendidikan dijadikan sebagai komoditas jasa. Siapa yang bisa membeli, dia bisa sekolah di mana pun ia suka. Namun biaya yang dikeluarkan belum tentu sebanding dengan kualitas output yang diharapkan.
Sistem Islam Menjamin Pendidikan Rakyatnya
Dinamika pendidikan yang mengharubirukan hati dan perasaan para orang tua saat ini adalah buah penerapan sistem kapitalisme. Hal ini sangat kontras dengan pendidikan Islam.
Dalam ideologi kapitalisme saat ini, tidak akan menjamin kebutuhan dasar manusia. Wajar jika banyak terjadi persoalan yang tidak bisa terselesaikan. Hal ini berasal dari rusaknya asas yang di emban saat ini. Jadi negara akan menjalankan perannya secara optimal jika kembali kepada agama yang shahih yaitu sesuai petunjuk pencipta alam semesta ini.
Dalam Islam, fungsi negara adalah melakukan riayah (pelayanan) terhadap semua kebutuhan pokok masyarakat sandang pangan papan termasuk kesehatan, keamanan dan biaya pendidikan gratis.
Tentu saja jika negara mampu melakukan hal ini maka masalah faktual yang terjadi akan segera tertangani. Terlebih ketika nasib bangsa akan tergadaikan di masa depan jika kehilangan sosok generasi intelektual yang mampu mengharumkan nama bangsa.
Di dalam Islam, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. Semua ini harus terpenuhi bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Negara wajib menyediakannya untuk seluruh warga dengan cuma-cuma. Kesempatan pendidikan tinggi secara cuma-cuma dibuka seluas mungkin dengan fasilitas sebaik mungkin.
Hal ini karena Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan primer bagi masyarakat. Kebutuhan primer menurut pandangan Islam terbagi dua. Pertama, bagi tiap individu rakyat. Kedua, bagi rakyat secara keseluruhan.
Kebutuhan primer bagi tiap individu adalah sandang, pangan, dan papan. Ketiganya merupakan basic needs bagi setiap individu. Adapun yang termasuk kebutuhan primer bagi rakyat secara keseluruhan adalah sandang, pangan, keamanan, kesehatan, dan pendidikan.
Politik ekonomi dalam Islam menjamin terpenuhinya pemuasan semua kebutuhan primer tiap-tiap individu tersebut sekaligus pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersier sesuai kadar kemampuannya sebagai individu yang hidup dalam masyarakat tertentu yang memiliki gaya hidup khas.
Pemenuhan kebutuhan primer ini di tengah-tengah masyarakat merupakan kewajiban negara. Maka, tanggung jawab negara terhadap pendidikan adalah sama, baik terhadap fakir miskin maupun orang kaya. Ini merupakan jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan sebagai kebutuhan primer semua individu rakyat secara menyeluruh.
Dengan politik ekonomi Islam, pendidikan yang berkualitas dan bebas biaya bisa terealisasikan secara menyeluruh. Negara akan menjamin tercegahnya pendidikan sebagai bisnis atau komoditas ekonomi sebagaimana realita dalam sistem kapitalis saat ini.
Maka negara berkewajiban mendorong manusia untuk menuntut ilmu, melakukan tadabbur, ijtihad, dan berbagai perkara yang bisa mengembangkan potensi akal manusia dan memuji eksistensi orang-orang berilmu.
Kebijakan negara secara sistemis akan mendesain sistem pendidikan dengan seluruh supporting system-nya. Bukan hanya dari sisi anggaran, namun juga terkait media, riset, tenaga kerja, industri, sampai pada tataran politik luar negeri. Negara dalam Islam benar-benar menyadari bahwa pendidikan adalah sebuah investasi masa depan.
Negara Khilafah wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya.
Negara Khilafah juga berkewajiban menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan.
Para Sahabat telah sepakat mengenai kewajiban memberikan ujrah (gaji) kepada tenaga-tenaga pengajar yang bekerja di instansi pendidikan negara Khilafah di seluruh strata pendidikan. Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah sebanyak 15 dinar setiap bulan.
Berdasarkan sirah Nabi saw. dan tarikh Daulah Khilafah Islam (Al-Baghdadi, 1996), negara Islam juga memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara.
Sistem pendidikan Islam telah menggariskan bahwasanya kurikulum pendidikan wajib berlandaskan pada akidah islam. Mata ajaran serta metodologi penyampaian pelajaran seluruhnya disusun tanpa adanya penyimpangan sedikit pun dari asas tersebut.
Politik pendidikan adalah membentuk pola pikir dan pola jiwa islami. Maka seluruh mata ajaran disusun berdasarkan strategi tersebut. Tujuan pendidikan di dalam Islam adalah membentuk manusia yang: (1) Memiliki kepribadian Islam; (2) Handal menguasai pemikiran Islam; (3) Menguasai ilmu-ilmu terapan IPTEK (ilmu, pengetahuan, dan teknologi); dan (4) Memiliki keterampilan yang tepat guna dan berdaya guna.
Pembentukan kepribadian Islam dilakukan pada semua jenjang pendidikan yang sesuai dengan proporsinya melalui berbagai pendekatan. Barulah setelah mencapai usia balig, yaitu SMP, SMU, dan PT, materi yang diberikan bersifat lanjutan (pembentukan, peningkatan, dan pematangan). Hal ini dimaksudkan untuk memelihara sekaligus meningkatkan keimanan serta keterikatannya dengan syariat islam.
Indikatornya adalah bahwa anak didik dengan kesadaran yang dimilikinya telah berhasil melaksanakan seluruh kewajiban dan mampu menghindari segala tindak kemaksiatan kepada Allah Swt..
Melalui sistem pendidikannya, Islam akan melahirkan output generasi yang berkualitas, baik dari sisi kepribadian maupun dari penguasaan ilmu pengetahuan. Peranannya di tengah-tengah masyarakat akan dirasakan, baik dalam menegakkan kebenaran maupun dalam menerapkan ilmunya.
Dari paparan di atas, jelas bahwa Sistem Pendidikan Islam akan menghasilkan generasi mulia sekaligus mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dengan sangat pesat, sehingga wajar bila pada abad pertengahan, Islam menjadi pusat peradaban dan rujukan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, Islam mampu menjawab persoalan kualitas generasi, bahkan mendorong terwujudnya peradaban yang mulia dan agung.
Harus diingat bahwa puncak pencapaian penguasaan sains dan teknologi pada zaman kejayaan umat Islam di masa lalu memang tidak bisa dilepaskan dari tegaknya sistem kekhilafahan, di mana adanya sistem komando yang terintegrasi secara global yang peranannya secara politik sejalan dengan peranan agama.
Dengan demikian kita bisa melihat adanya integrasi tiga pilar utama pendidikan dalam pembentukan peradaban Islam yaitu Ilmu pengetahuan, Agama, dan Politik yang terpadu dalam satu kendali sistem Kekhilafahan di bawah pimpinan seorang Khalifah. Wallahu a’lam bish showab
Discussion about this post