Wanita muda yang mendalami Pendidikan Seni, Drama, Tari, dan Musik (Sendratasik) Universitas Negeri Medan (Unimed) itu begitu fasih saat berbicara soal tarian Simalungun. Ditemui di Kedai Kopi Hordja, Pematangsiantar, pemilik nama lengkap Laura Tias Avionita Sinaga mengisahkan perjalanan hidupnya di dunia seni tari.
Berawal dari ketertarikannya untuk menggerakkan tubuh saat mendengar alunan musik, sejak usia dini Laura pun di dimasukkan ibunya, Tioria Damanik, ke salah satu sanggar tari yang ada di Rambung Merah, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun. Dikisahkannya saat itu sekitar tahun 2000, dimana usianya masih empat tahun.
Hobby dan bakat menari anak sulung dari dua bersaudara ini pun kian terlihat saat ia memasuki usia sekolah. Laura terus menari, terutama tarian Simalungun di berbagai kesempatan. Bahkan saat duduk di bangku SMA Negeri 1 Raya, ia dan beberapa temannya kerap diundang untuk menari oleh Pemerintah Kabupaten Simalungun, termasuk untuk menyambut para tamu.
Tak berhenti sampai di sana, Laura wanita berdarah Simalungun Kelahiran Pematangsiantar 27 Januari 1997 pun memantapkan pilihannya untuk melanjutkan jenjang pendidikannya ke Universitas Negeri Medan (Unimed) dan mengambil bidang Pendidikan Seni, Drama, Tari, dan Musik (Sendratasik). Hal tersebut pun direstui ayah dan ibunya.
Di kampus, Laura pun kian mendapat pengetahuan-pengetahuan baru tentang tari. Hingga pada tahun 2014 ia memutuskan untuk mendirikan Sanggar Seni Simalungun Home Dancer (Sihoda).
Seiring waktu, sanggarnya pun kian berkembang, baik dalam jumlah anggota sanggar maupun jam terbang untuk tampil di berbagai event.
Di Sanggar Seni Sihoda, Laura mengembangkan dan melestarikan budaya Simalungun di bidang seni tari. Tak hanya mengajar tarian Simalungun yang sudah ada, namun Laura juga menciptakan tarian baru yang gerakannya diadopsi dari gerakan tarian Simalungun.
“Untuk koreografi, saya sendiri yang ciptakan. Sedangkan aransemen musik, saya bekerja sama dengan komposer,” terang Laura yang sudah membawa grup tarinya ke ajang Festival Keraton Masyarakat Adat ASEAN di Sumenep beberapa waktu lalu.
Tarian “Sihol” satu dari sejumlah koreo yang ia ciptakan, Sihol menceritakan perjuangan kaum difabel. Dengan durasi 7-9 menit, tarian yang dia ciptakan di Bulan September itu pun pertama kali ditampilkan pada Oktober 2018 di Sumenep dalam Festival Masyarakat keraton Asean. Setelahnya, Sihol pun kian sering sering ditampilkan atas permintaan pihak yang mengundang mereka tampil.
Selain Sihol, ada beberapa tarian lainya mulai dari Halipitongan, Panakboru, Uou, Pining Anjei, Bakul Haomason yang kesemuanya diambil dari cerita dan kisah di Simalungun.
Dilanjutkan Laura, murid-muridnya di Sanggar Sihoda tak hanya dari etnis Simalungun, namun beragam. Ada Batak Toba, Karo, Jawa, dan Tionghoa. Selain belajar tarian Simalungun, mereka juga mempelajari tarian etnis lain.
Ke depan Laura masih menyimpan sejuta mimpi da harapan untuk perkembangan dan pelestarian kebudayaan Simalungun lewat seni tari.
Discussion about this post