Oleh : Muhammad Ihsan Syahreza
Study Tour atau biasa kita sebut jalan-jalan merupakan kegiatan rutin yang sudah dilakukan oleh para siswa sekolah di penghujung masa pendidikannya, biasa hal ini dilakukan oleh siswa SMA , namun seiring berkembangnya zaman rutinitas ini bahkan dilakukan oleh siswa SMP, bahkan siswa SD, entah siapa yang mencetuskan ide ini, sehingga kegiatan ini menjadi kegiatan wajib yang dilakukan oleh pihak sekolah negeri maupun swasta.
Berkaca pada peristiwa kecelakaan bus yang melibatkan beberapa siswa Sekolah Lingga Buana Depok, di Ciater, Subang, Jawa Barat, Sabtu (11/05/2024), kemarin, menjadi tolak ukur bahwa study Tour yang dilakukan oleh pihak sekolah menjadi kegiatan yang jauh dari rasa aman dari para siswanya, belum lagi pro dan kontra berseliweran di jagad dunia maya, seakan kegiatan tersebut merupakan kegiatan rutinitas guru, yang berkedok study Tour siswa, dan bahkan tak sedikit masyarakat yang berprofesi sebagai guru, tersinggung atas pernyataan yang tertulis di berbagai platform media sosial.
Tidak ada hal atau aturan yang mengatur, jika kegiatan study tour merupakan kegiatan wajib dilakukan setiap tahunnya, setiap semester bahkan setiap bulannya yang dilakukan oleh pihak sekolah.
Esensi study tour saat ini mulai luntur karena sebagian sekolah sudah mulai menghilangkan ‘nilai edukasi’ dalam perjalanan kegiatan belajar di luar sekolah ini.
Memang di satu sisi para siswa membutuhkan refreshing yaitu salah satunya dengan rekreasi. Akan tetapi, ketika kegiatan ini diselenggarakan oleh sekolah, maka pihak sekolah harus memastikan kegiatan tersebut tidak menyalahi aturan dan lebih baik lagi jika kegiatan tersebut memiliki nilai edukasi yang dapat bermanfaat bagi para siswanya.
Sehingga saat ini yang menjadi penting adalah bagaimana pihak sekolah mampu menghadirkan kegiatan perjalanan study tour yang bukan hanya rekreasi yang menyenangkan saja, tetapi juga memiliki nilai-nilai edukasi yang selaras dengan apa yang dipelajari di sekolah.
Pro dan Kontra Study Tour
Bagi para siswa, kegiatan ini seakan menjadi sebuah kegiatan yang paling ditunggu-tunggu. Karena melalui kegiatan ini mereka memiliki kesempatan untuk bisa berekreasi mengunjungi tempat-tempat yang ada di luar sekolah bersama teman-teman.
Pada dasarnya kegiatan ini memiliki dampak positif. Dengan nama kegiatan yang diawali dengan ‘study’ maka sudah jelas dan sepatutnya kegiatan ini memiliki nilai edukasi, sehingga membuat para siswa yang mengikutinya bisa belajar di luar sekolah dengan menyenangkan karena sekaligus bisa refreshing.
Jika kita menggunakan persepsi ini, maka tidak mengejutkan jika kegiatan ini menaruh banyak dukungan baik dari orang tua maupun siswa. Dalam hal ini rekreasi yang dilakukan tentunya akan diawasi langsung oleh sekolah sehingga kegiatan tersebut sudah dipastikan akan terstruktur, terarah, dan memiliki manfaat bagi para siswa.
Sayangnya mungkin konsep study tour seperti itu sudah mulai tidak diterapkan dengan baik di sebagian besar sekolah di Indonesia. Dalam hal ini esensi nilai edukasi dalam kegiatan study tour saat ini perlahan mulai hilang dan lebih banyak kegiatan rekreasinya dibandingkan edukasinya. Selain itu kegiatan ini di beberapa sekolah menuai berbagai macam kontroversi.
Seperti biaya yang harus di keluaran oleh para siswa yang biasanya sangat mahal. Memang kegiatan yang dirancang oleh sekolah sudah dipastikan bahwa akan dirancang sebaik mungkin, namun seringkali sekolah tidak memikirkan biaya yang harus dikeluarkan oleh para siswa.
Ini menyebabkan beberapa siswa yang termasuk kedalam kategori tidak mampu, sering kali dihadapkan dengan masalah ini. Pada akhirnya banyak orang tua siswa yang sampai rela berhutang pada tetangga hanya agar anaknya bisa mengikuti kegiatan tersebut.
Tidak sampai disini saja, biasanya sekolah menerapkan aturan yang membuatnya semakin tidak relevan. Misalnya, bagi para siswa yang tidak bisa mengikuti kegiatan tersebut baik dengan alasan sakit hingga tidak memiliki biaya, mereka akan tetap dikenakan biaya.
Atau sekolah membuat peraturan bagi siapa saja yang tidak mengikuti kegiatan tersebut akan dibebani tugas seperti mengerjakan semua lembar kerja siswa (LKS) pada setiap mata pelajaran, sehingga secara tidak langsung sekolah ‘memaksa’ siswa untuk mengikuti kegiatan tersebut dengan berbagai konsekuensi yang ada.
Masih berhubungan dengan biaya, pada beberapa sekolah terjadi penipuan yang dilakukan oleh oknum travel atau event organizer (EO) yang menggelapkan dana kegiatan tersebut sehingga tidak hanya sekolah yang dirugikan tetapi para siswa yang sudah merogoh kocek untuk kegiatan tersebut.
Kontroversi ini hanya sedikit contoh dari berbagai permasalahan yang timbul akibat adanya kegiatan study tour tersebut. Bahkan kontroversi ini muncul sebelum kegiatan itu berlangsung, sehingga banyak para siswa maupun orang tua di beberapa sekolah terkadang merasa terbebani dengan adanya kegiatan study tour ini karena banyak menimbulkan berbagai masalah.
Belum lagi kontroversi lain seperti kegiatan study tour yang tidak memiliki nilai edukasi. Saat ini banyak sekolah yang menyelenggarakan kegiatan study tour dengan tujuan ke tempat-tempat yang tidak memiliki kegiatan edukatif bagi para siswa. Sehingga esensi kegiatan yang seharusnya ‘belajar di luar sekolah’ kemudian berubah menjadi ‘jalan-jalan di luar sekolah’.
Sangat disayangkan karena ini bukanlah merupakan kegiatan ‘gratis’. Memang mungkin banyak siswa yang tidak akan memperdulikan apakah kegiatan rekreasi ini memiliki nilai edukasi atau tidak.
Namun yang pasti adalah sekolah sebagai pihak pelaksana kegiatan seharusnya memastikan bahwa kegiatan berbayar ini tidak hanya menyenangkan saja, tetapi juga memiliki nilai edukasi sehingga bisa bermanfaat bagi para siswa yang mengikuti kegiatan study tour tersebut.
Dari kontroversi dan musibah yang terjadi baru-baru ini, sepertinya menjadi sebuah pelajaran penting bagi setiap sekolah dan pemerintah. Sekolah perlu memastikan setiap elemen yang ada pada kegiatan study tour ini tidak menimbulkan masalah baik itu biaya yang mahal maupun pada saat kegiatan tersebut berlangsung.
Namun yang paling penting disini adalah peran pemerintah khususnya Kemendikbudristek dan pemerintah daerah dalam mengawasi jalannya aktivitas yang ada di sekolah khususnya terkait kegiatan yang ada di luar sekolah seperti kegiatan study tour.
Dalam hal ini pemerintah tidak hanya memberikan pengawasan saja, tetapi juga menerbitkan peraturan yang jelas dan ketat terkait kegitatan tersebut. Sehingga permasalahan seperti biaya yang mahal dapat diminimalisir lagi dengan baik dan tidak ada lagi para siswa maupun orang tua yang merasa terbebani akan hal tersebut.
Tidak hanya soal biaya, pemerintah perlu membuat standarisasi pada sekolah-sekolah yang akan melakukan kegiatan belajar di luar sekolah.
Misalnya study tour, pemerintah bisa membuat standarisasi dalam hal biaya, tujuan-tujuan perjalanan yang memiliki nilai edukasi, hingga keamanan dari perjalanan tersebut yang meliputi sarana transportasi dan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya.
Sehingga baik pihak sekolah maupun pemerintah bisa melakukan mitigasi resiko lebih awal terkait potensi-potensi masalah yang akan timbul dari kegiatan tersebut.
Kegiatan study tour ini sebenarnya memiliki banyak nilai positif apabila dilakukan dengan benar dan sesuai dengan nilai esensinya. Oleh karena itu, melarang belum tentu menjadikannya lebih baik, tetapi pemerintah maupun sekolah harus bisa hadir dan memastikan kegiatan ini berjalan dengan baik, memiliki nilai edukasi, dan aman bagi para siswa.