Masih ingat dengan kejadian seorang pria yang tewas dihakimi massa di Pulau Jawa karena dituduh mencuri ampli masjid beberapa waktu lalu? Kejadian yang mirip pun hampir saja terjadi di pulau Sumatera, tepatnya di Kota Pematangsiantar.
Mungkin saja saat ini Bobby sudah sekarat atau bahkan tewas di tangan seratusan massa yang meneriakinya maling. Mereka ingin menghabisinya di depan toko pupuk itu.
Namun ia beruntung masuk ke tempat yang tepat dan bertemu orang yang tepat pula. Nyawanya terselamatkan dari aksi main hakim sendiri massa yang sudah tersulut amarahnya.
Dua orang wanita yang merupakan pemilik toko pupuk dan alat pertanian itu, Hetty Hutagaol dan mertuanya Boru simamora menjadi dewi penyelamat. Dengan aksi heroiknya Boru Simamora dan menantunya Hetty Hutagaol menghadang massa yang ingin masuk ke dalam tokonya menghakimi Bobby. Peristiwa ini berlangsung pada selasa (17/10) sekitar pukul 12.00 WIB di Jalan Vihara, Pematangsiantar, Sumatera Utara.
Ditemui di tokonya, Hetty Hutagaol menuturkan kejadian tersebut berlangsung sangat cepat. Tetiba seorang pria berlari seperti dikejar setan masuk ke dalam toko mereka. Tak sempat menanyakan apa-apa terhadap pria tersebut, di luar tokonya orang sudah ramai mengejar dan berteriak bakar! bunuh saja, maling itu!
Ia pun sampai gemetar dengan kejadian mengejutkan dan sekaligus menakutkan itu. Namun masih ada keberanian untuik menyelamatkan Bobby, pria yang berusaha menyelamatkan diri dari kejaran massa dan berlari ke dalam tokonya.
Boru Simamora, ibu yang sudah berusia 68 tahun itu pun menuturkan hal sama. Ia pun memberanikan diri untuk menghalangi orang-orang masuk ke tokonya. Naluri seorang wanita yang selalu membawa kedamaian pun memunculkan keberanian dalam dirinya.
Di tengah amukan massa dengan berbagai ujaran yang diteriakkan lantang tentang pria tersebut. Ia maju, berteriak dan menghardik massa, bahwa tak seorang pun dari kerumunan itu yang boleh melangkah masuk ke dalam tokonya.
Akhirnya polisi datang menjemput Bobby dan mengamankannya ke kantor polisi. Sore harinya Bobby datang kembali ke toko itu meminta maaf dan menyampaikan terimakasih, sebab nyawanya telah terselamatkan. Ternyata ia sedang ada masalah pribadi dengan sekelompok orang diantara kerumunan massa itu. Massa sempat terprovokasi dengan teriakan bahwa dirinya maling.
Pria tersebut telah selamat dari amukan massa, namun kejadian tersebut masih terus terngiang dalam pikiran Hetty. Ia pun menuliskan kisa tersebut dalam laman facebooknya. Ia berharap kejadian tersebut menjadi pelajaran bagi banyak orang, agar tak terlalu mudah terprovokasi.
Berikut postingan tulisan Hetty menuturkan kejadian siang itu,
“Mudah2an bisa jadi renungan.
Hari ini, sekitar jam 12 siang, toko kami tiba2 dihebohkan oleh seorang laki2 yg masuk sambil berlari dari arah luar. Dia menabrak rak yg ada di dalam toko lalu masuk ke arah dalam toko mendekati pintu masuk ke rumah.
Dari luar ramai teriakan “maling” sambil beberapa orang berlari mendekat ke arah toko. Mereka membawa pedang, parang dan bermacam senjata tajam lainnya.
Aku yg kebetulan sedang berada di pintu luar toko melihat dengan jelas kerumunan massa menyemut dengan cepatnya. Jelas saja aku sangat terkejut dan baru menyadari bahwa yg mereka buru adalah lelaki yg baru saja masuk ke toko kami itu.
Maling….Matikan…Bunuh….Bakar
Kata2 itu nyata terdengar di telingaku.
Aku gemetar….terbayang kejadian2 yg selama ini hanya kudengar, kubaca dan kutonton di berbagai media itu akan terjadi dihadapanku.
Untungnya, mertua perempuanku dengan sangat berani dan lantang berteriak, “STOP….JANGAN ADA SEORANGPUN YG MASUK KEDALAM TOKO KAMI”
Lelaki itu berdiri diam di sudut toko sambil memegang benda yg setelah kuamati adalah sebuah pedang dan sebuah parang. Aku semakin gemetaran tak karuan.
Lalu ada yg berkata, panggil suami kakak…hati2 kak, itu maling benaran…berbahaya…dia menggasak rumah yg di sana…biarkan kami masuk kak, biar dihabisi aja orang kayak gt, gak pantas hidup, nanti kita yg dibunuhnya… Bla bla bla…
Hampir menangis, apalagi aku melihat mertuaku ada di dalam toko bersama lelaki itu. Mertuaku tidak tau (di kemudiannya) bahwa yg dipegang lelaki itu adalah senjata tajam, dikiranya hanyalah kayu biasa.
Kemudian sambil tetap gemetar aku berteriak, panggil POLISI…kalian tidak boleh anarkis…tidak boleh main hakim sendiri.
Maling itu kak… Jangan dikasih ampun..terdengar lagi teriakan seperti itu.
Orang2 makin ramai…aku makin takut.
Mana polisinya….mana???
Sudah dipanggil kak…bentar lagi datang.
Lalu…entah keberanian dari mana, aku masuk ke dalam toko. Sambil menjaga jarak aku berbicara dengan lelaki itu…tenang ya bang…jangan panik.
Aku bukan maling kak…katanya.
Polisi sudah mau datang bang, sini lemparkan pisau abang itu biar aman abang.
Tapi nanti dimatikan orang itu aku kak.
Enggak bang…aku yg jamin abang enggak bakalan diapa2in sama mereka asal abang kasih senjata abang itu samaku.
Dia melihat tajam padaku lalu dia melemparkan senjatanya ke arahku.
Cukup dekat padanya tapi masih terlalu jauh dalam jangkauanku.
Aku tak berani. Aku takut dia akan kalap dan kemudian malah menghajar aku.
Aku ulangi lagi perkataan yang sama dan meminta dia untuk melempar lebih jauh ke arahku. Dia menurut, dan aku lalu mengambil senjata yg dilemparnya tadi.
Sebuah pedang dan parang yg telah karatan.
Tak lama, polisi datang dan kemudian menangkapnya. Entah apa yg dibicarakannya dengan polisi itu tp dia tak mengelak waktu ditangkap dan dibawa ke kantor polisi.
Perlahan kerumunan orang makin menipis dan entah apa yg dibicarakan mereka sambil bubar, aku masih syok dan agak trauma.
Lalu…sore harinya, sekitar jam 4, ada yg datang masuk ke toko dan ternyata adalah lelaki tadi.
Katanya, maaf ya kak…tadi aku masuk ke toko kakak. Aku bukan maling kak. Aku orang sini juganya kak, semalam aku berkelahi sama salah satu dari mereka tapi udah selesai. Entah kenapa, tadi dia datang sambil membawa beberapa temannya. Ini lukaku semalam kak. Karna mereka banyak aku lari kak. Pas lewat sini, aku berpikir…kalo lewat sampe pajak horas pasti aku udah mati kak karena mereka meneriaku maling.
Langsung aku masuk ke sini kak. Maaf ya kak…maaf ya opung, katanya pada mertuaku. Tadi mereka pun sudah dipanggil ke kantor polisi dan kami sudah berdamai, katanya lagi
Tak apa bang…syukurlah kalo sudah aman dan tak terjadi apa2.
Lalu dia pergi…
Tuhaaan…apa jadinya tadi kalo seandainya massa tadi tak mendengar permintaan kami untuk tak masuk ke dalam toko?
Apa jadinya jikalau mereka tetap memaksa menyeret lelaki itu untuk dihakimi?
Karna yg bermasalah ternyata hanyalah sekitar empat orang dari puluhan orang yg berteriak bunuh dan bakar?
Mari kita mawas diri saudaraku…jangan terlalu mudah terprovokasi oleh hal apapun…jangan gampang menghakimi orang yang bahkan tampak bersalah sekalipun.
Sampai sekarang, aku masih terbayang kejadian itu,” Demikian ditulis Hetty Hutagaol.
Belajar dari kejadian tersebut, ia pun berharap setioap orang dapat menahan diri dan tak mudah terprovokasi. Karena bisa saja yang diteriakkan sekelompok orang itu tak benar, namun orang yang mendengarnya langsung tersulut amarahnya tanpa mencari tahu kebenarannya.
“Mudah-mudahanlah bang bisa jadi pelajaran, ngeri kali semalam bang. Ada juga diantara massa itu yang kudengar bilang dia baru bongkar rumah dan televisi yang dicurinya masih diamankan dihalaman rumah orangnya. Entah dari mana bisa mucul cerita itu diantar kerumunan massa. Padahal setelah ditangani polisi terungkap kejadian semalam adalah persoalan pribadi” ujarnya (Vay)
Discussion about this post