Persebaran rumah tradisional di nusantara saat ini makin jarang untuk ditemui, pembangunan dan perkembangan dan kebutuhan hunian modern menggusur keberadaan hunian-hunian tradisional yang berdampak pada kelestarian bangunan tersebut. Namun dibeberapa daerah yang khususnya di Desa Jangga Dolok yang berada di Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir beberapa rumah tradisional Batak warisan leluhurnya masih dijaga dan dihuni sampai saat ini. Masyarakat setempat masih menjunjung nilai filosofi dan menjaga adat tradisi yang ada pada rumah tradisional tersebut. Bahkan rumah tradisonal Batak Toba ini dapat dimanfaatkan sebagai homestay untuk wisatawan yang datang berwisata ke Sumatra Utara. Karena itu beberapa peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) diketuai oleh Miranti Sari Rachma dan team mahasiswa dari Desain Interior melakukan observasi terkait dengan ruang dari rumah tradisional Batak Toba untuk melihat potensi pengembangan homestay dan optimalisasi dalam mendukung pariwisata daerah yang bermuatan nilai tradisional nusantara.
Rumah Bolon Batak Toba yang ada di desa Jangga Dolok yang ada saat ini usianya sangat tua, diperkirakan usianya 200 sampai dengan 250 tahun. Rumah diwariskan turun temurun dan tetap dijaga keasliannya. Rumah adat tersebut berbentuk rumah panggung dan pada umumnya hanya terdiri dari satu ruangan yang besar. Tampilan depan rumah juga dipenuhi dengan ukiran ornamen ukir yang sangat unik dan khas. Melihat potensi itu, rumah adat tradisional batak Toba di Jangga Dolok saat ini mulai dihidupkan kembali potensinya dengan dijadikan homestay untuk mendukung pariwisata baik wisata alam, seni, maupun budaya. Terminologi homestay sepertinya memiliki persepsi dari setiap orang. Meskipun sama-sama berprinsip hospitality untuk menginap, Homestay memiliki perbedaan dengan hotel, resort, villa, dan jenis penginapan lainnya. Homestay secara harafiah adalah sebagai tempat untuk tinggal atau menginap dan menghadirkan experience untuk hidup bersama dengan penghuni rumahnya. Experience atau pengalaman ini menjadi pembeda dengan fasilitas lainnya karena homestay menawarkan dan merasakan aktivitas keseharian masyarakat tradisional yang didukung dengan potensi alam dan seni budaya yang ada di sekitarnya.
Experience untuk tinggal dan hidup dengan warga menawarkan pengalaman yang menarik karena bisa belajar banyak hal dari kehidupan masyarakat lokal. Experience pada homestay yang dapat diikuti adalah aktivitas keseharian warga seperti dalam berbagai kegiatan dari pagi hingga malam hari, seperti aktivitas memasak makanan tradisional, beternak, ataupun aktivitas berkebun di lahan dan bertani dengan bekerja di sawah milik warga.
Jika tertarik dengan adat dan budaya wisatawan juga akan dapat banyak belajar mengenai keindahan seni ukiran dan ornament tradisional dan makna filosofi pada rumah adat dan juga dapat menjadi pengalaman baru yang mungkin tidak akan didapat di tempat lainnya. Segala fasilitas menginap yang di tawarkan juga sudah memadai, seperti alas tidur, selimut dan lainnya, namun fasilitas amenitis pendukung juga perlu juga untuk dijadikan sebagai pertimbangan. Amenitis yang dimaksud tidak harus seperti produk-produk yang di tawarkan seperti yang ada di hotel-hotel. Amenitis dapat diambil dan disesuaikan dengan kondisi dan potensi yang didapat dari sekitarnya. Bisa di mulai dari hal yang sederhana, misal seperti perlengkapan mandi homade atau buatan lokal, alas tidur menggunakan tikar anyam pandan dan tidak lagi menggunakan alas yang terbuat dari bahan sintetis. Penggunaan fabrik atau kain yang memiliki grafis motif atau ornamen tradisional sebagai dekorasi ruang dan hal-hal lainnya agar kondisi homestay memiliki atmosfer yang memberi kesan ke lokalan.
Dari pemaparan di atas sebenarnya banyak potensi lokal yang bisa dimanfaatkan untuk mengoptimalkan fasilitas homestay. Berdasarkan observasi, kawasan permukiman warga di desa Jangga Dolok yang dijadikan sebagai homestay sudah cukup mumpuni dan layak untuk dijadikan tempat pariwisata unggulan daerah. Dikawasan tersebut terdapat sekitar kurang lebih dua puluh rumah warga yang dijadikan sebagai homestay dan masing-masing dapat menampung empat sampai dengan enam orang pengunjung dalam satu rumah. Namun sejak di mulainya pembangunan homestay terdapat kendala karena adanya batasan aktivitas wisata karena pandemi yang terjadi selama dua tahun terakhir. Diawal tahun 2023 ini sejak di hapusnya kebijakan PSBB dari pandemi covid-19 diharapkan pergerakan pariwisata menjadi hidup kembali agar dapat membuka jalan bagi para wisatawan untuk datang ke desa Jangga Dolok dan menikmati pengalaman homestay yang menyenangkan. Apalagi banyak kegiatan berskala nasional dan internasional di tahun 2023 ini telah direncanakan oleh pemerintah yang akan dilakukan demi mendukung peningkatan pariwisata dan ekonomi disekitar daerah Toba Samosir. Tentunya fasilitas hospitality seperti hotel dan Homestay menjadi pilihan yang akan menghidupkan kembali sektor ekonomi daerah.
Penelitian yang dilakukan ini masih akan berlanjut untuk mengeksplor berbagai potensi seni dan desain yang mungkin dapat diterapkan untuk mengoptimalisasi Homestay yang ada di kawasan Jangga Dolok. Harapannya hasil dari kegiatan ini dapat menjadi pionir Homestay yang terstandar dan dapat menjadi rujukan bagi pelaku wisata kreatif dengan fasilitas Homestay lainnya.(***)