Berita duka dari Bonapasogit, Balige, Sumatera Utara. Sahala Simanjuntak, seorang tokoh pemerhati budaya Batak meninggal dunia pada Senin (4/12) sekitar pukul 12.30 WIB di Rumah Sakit HKBP Balige.
Sebelumnya Sahala Simanjuntak tetiba mengalami kaku pada tubuhnya saat menyampaikan tanggapan pada acara Semiloka Hondang dan Tortor di Gedung Serbaguna Balige. Berita tersebut dikabarkan Akun FB Monang Naipospos, yang dikenal sebagai tokoh Parmalim.
“Sahala Simanjuntak pemerhati budaya batak yang populer di dunia maya ini telah meninggal dunia hari ini jam 12.30 wib di RSU HKBP Balige. Beliau tiba tiba kaku saat menyampaikan tanggapan pada acara Semiloka Hondang dan Tortor di Gedung Serbaguna Balige….,” tulis Monang di facebooknya.
Kematian Sahala Simanjuntak meninggalkan kesedihan dan duka yang mendalam. Tak hanya keluarga yang ditinggalkan, namun banyak sahabat dan kerabat yang merasakan kehilangan.
Abdon Nababan, pun menuliskan ucapan dukanya di dinding Facebook Sahala Simanjuntak.
“Selamat jalan memenuhi panggilan ilahi Sang Pencipta, Amang Sahala Simanjuntak. Berduka dan merasa kehilangan satu dari sedikit mata air pengetahuan tentang Batak Toba dan ‘habatakon’ setelah membaca berita duka di status fb Amang Monang Naipospos. Terimakasih telah berbagi banyak pengetahuan dan falsafah hidup baik lewat medsos maupun lewat beberapa kali perjumpaan kita di Bona Pasogit. Beristirahatlah dalam damai,” tulis Abdon Nababan.
Baca Juga : Pasangan Sehidup Semati di Humbahas Disemayamkan Berdampingan
Melepas kepergian Sahala Simanjuntak menghadap sang Khalik, Akun FB Amani Mangasi Simanjuntak menuliskan catatan kenangan
Catatan Terakhir Untuk Sahabat Jiwaku
Dulu, aku masih sangat muda. Aku berontak dan marah karena merasa terbuang. Jiwa ku goyah, mimpiku hancur berkeping. Di sudut kota, di sebuah rumah tempat aku menumpang, aku selalu menangisi nasibku, berdoa dalam keadaan marah luar biasa. Di usia yang masih sangat rentan aku berjalan dengan jiwa yang sangat murka.
Entah dari mana, entah mendapat informasi dari siapa, tiba tiba kau tahu tempat ku berdiam dan datang di suatu siang menemuiku. Kau tak bicara,, tak sepatah katapun. Kau hanya memelukku. Mengusap rambutku. Dan diakhir hari itu, kau bilang padaku, mimpi tak harus datang pada waktu tidur. Kita bisa menikmati nya sambil berbicara dan berjalan.
Hari berikutnya, dan hari hari lainnya kau selalu datang dan membesarkan hatiku.
Kita berpisah, karena akhirnya kau berhasil menyadarkanku bahwa mimpiku takkan pernah jadi nyata hanya dengan marah.
Lewat puluhan tahun setelah itu, kita sama sekali tak pernah bertegur sapa. Sampai suatu ketika di usia ku yang sudah dewasa, aku berbicara denganmu karena aku akan mengadakan perjalanan jauh,,, jauh sekali untuk pertama kali dalam hidupku. Aku bertanya, adakah yang akan kau titip untuk ku bawa pulang?
Dengan tertawa kau menjawab, “Tanya saja pada botol yang ada di hadapanku sekarang ini”. Aku tergelak lucu dengan jawabanmu. Setelah itu kau lanjutkan dengan petuah, “Pulang saja dengan selamat, itu cukup buatku.! Kau pergi bukan untuk menghasilkan uang, jadi jangan berfikir untuk lebih terbeban dengan membeli banyak barang yang tak kau perlukan!”
Bagai seorang ayah kau menyadarkanku tentang apa yang sebenarnya aku punya.
Setahun setelah itu, kita kembali berbicara dari jarak jauh karena ku inginkan kehadiranmu dalam sebuah acara dimana aku terlibat sebagai salah satu panitia. Kembali jawabanmu meyakinkanku bahwa kau belum berubah… Kau masih sama seperti dia yang datang di suatu siang dulu memeluk dan mengusap rambutku. “Aku akan datang dengan syarat,, aku harus bersamamu dari detik aku datang sampai detik aku pulang! Kau yang harus menjemputku dan mengantarku kembali… “
Dengan besar hati aku menyanggupi syaratmu…
Empat hari penuh kita bersama… Empat malam kita tidur berdua. Mungkin ratusan kata nasihat kau uraikan sepanjang waktu itu. Tapi hanya beberapa yang aku ingat. Termasuk ketika kau layaknya seorang ayah menghardikku dan meminta aku merubah panggilanku pada seseorang dengan alasan yang saat itu menurutku terlalu kaku dan ketinggalan zaman.
Maafkan aku…. :'(
Tak lama setelah ku antar kau pulang… Aku menghadapi badai kehidupan yang sangat membuatku goyah kembali. Lagi lagi kisah di usia mudaku terulang.. :'( Kau tak seperti orang lain yang memberi banyak bantuan dengan angka dan materi. Kau hanya “datang” padaku… SETIAP HARI SELAMA SEBULAN PENUH. Kau tak pernah lupa menghubungiku dan mengajakku bercakap cakap tentang semua masalahku. Kau hanya “memeluk dan mengusap rambutku” dengam semua perhatianmu….
Sejak itu, seperti sebuah rutinitas setiap kali aku gelisah, aku memilih berbicara denganmu.Kau selalu bisa mengubah kegelisahan dan kesedihanku dengan candamu. Setiap aku akan pergi untuk sebuah tugas, aku akan pamit padamu dan minta doamu…. :'(
Sekarang….
Kau bahkan tak menitipkan pesan apapun padaku, kau pergi begitu saja. Aku hanya bisa menangis di sini. Karena keadaanku, aku bahkan tak mampu mengantarmu dan melambaikan tangan untuk mu agar engkau tenang dalam perjalananmu….
Aku hanya bisa berbisik.. Selamat jalan… Kau kan tetap ku sayangi seperti engkau selalu menyayangiku….” Demikian ia menuliskannya.(Vay)
Discussion about this post