Sabtu, 23 November 2021 Pagi itu sekitar pukul 10.33 WIB telpon berdering, kulihat panggilan telpon dari M.P.B.S (Mamak Penting Buat Suci) pikirku ada apa mamak nelpon pagi-pagi.
“Hallo mbak, mamak udah gak tahan”
(Ucapnya lirih dari sebrang telpon)
Pikiranku langsung caruk maruk, konsentrasi menulisku dibawah pohon lapangan merdeka buyar, aku menelpon beberapa saudara untuk melihat kondisi mamak saat itu juga, karena jika aku harus kesana rasanya cukup menyita waktu karena perjalanan dari Lapangan Merdeka ke rumah Emak butuh waktu setengah jam untuk sampai.
Benar saja, mamak sudah lemas dan harus segera dibawa kerumah sakit, aku bergegas dan langsung ke Rumah Sakit yang kami sepakati bersama keluarga.
Sesampainya di rumah sakit, kulihat tubuh emak sangat lemas, ada beberapa saudara disana, ada Paklek (Adik Mamak) ada 2 Nenek (Nenek dari Ayah dan Mamak) yang berjaga diluar IGD, aku yang sibuk harus urus keperluan mamak, mulai dari surat menyurat,hingga tanda tangan ini itu.
Hingga sore tiba, saat emak harus dibawa untuk Rontgen, aku menemani emak yang dadanya cukup sesak.
Aku menemaninya, sambil berikhtiar kan untaian doa-doa.
Rontgen pun selesai,
Sebelum itu emak sudah dilakukan swab, dan hasilnya Negatif.
Perawat baik hati itu bilang, emak harus rawat inap, baiklah kataku.
“Lakukan yang terbaik buat emak saya Sus”
(Kataku pada perawat baik hati itu)
Akhirnya emak dibawa ke Ruangan Melati kamar 314, waktu keruangan Emak ditemani Adik Mamak yang paling kecil, namanya Buk Hanifah aku sering memanggilnya buk Ipeehh, karena waktu Emak hendak dibawa keruangan aku sedang sholat magrib.
Akupun menyusul ruangan yang diberitahukan pada Suster baik hati itu.
Aku menyusuri setiap kamar pasien yang kulewati, ada begitu banyak manusia yang tangannya di Infus, ada yang satu tangan bahkan ada kedua tangannya di Infus, aku yang sangat takut akan jarum suntik ini meringis sedih, biasalah makhluk melankolis, bagus minum obat banyak-banyak ketimbang kena jarum suntik.
Tibalah aku diruangan Emak, Ruangan Melati kamar 314 aku berdiri dikamar itu, karena cengeng adalah sifatku aku sejenak berhenti lama didepan kamar 314 itu, mengusap air mata yang menetes seketika melihat beberapa ruangan sebelum akhirnya tiba diruangan emak.
“Gak boleh sedih, Malu ntar dilihat Bulek”
(Ucapku dalam hati)
Akupun masuk, kulihat ada kakak sepupuku juga disana, si Jones yang malang akibat tidak jadi menikah bersama pria idamannya,HAHA (Baca: sempat-sempatnya aku bercanda)
Aku langsung menatap jendela, dan mengarah ke empat jendela.
Kamar Emak cukup bagus, ada beberapa jendela disini aku menyukainya, mungkin aku akan betah merawat emak disini karena ada jendela yang anginnya sangat sepoi-sepoi.
“Bulek nanti pulang yah, besok kemari lagi antar makanan buatmu dan mamak”
(Ucap bulek padaku sambil Melihat jendela yang masih ku kagumi)
“Iyaa Bulek, gak apa apalah aku disini, aku juga sudah bawa beberapa buku dan yang pasti earphone warna pink kesayanganku”
(Jawabku pada Bulek yang katanya wajahnya sama persis sepertiku)
Mereka pun pulang, tinggal aku dan emak yang berada disitu.
Emak yang emang sudah terbujur lemas, berbisik mengarahkan jari telunjuknya meminta agar aku tidur satu kasur bersamanya.
“Mamak mau mbak tidur disini?”
(Tanyaku pada Emak)
Ia hanya mengangguk, akupun bergegas menaikkan badan yang kata orang-orang gendutan ini, aku mengusap-usap kepala emak, ia sangat senang akupun sedikit riang.
Kamipun tidur nyenyak malam itu, selepas subuh petugas kebersihan datang, mengantarkan air hangat padaku.
Karena airnya cukup panas, aku permisi sama emak untuk sholat subuh terlebih dahulu, emak mengangguk.
Selepas sholat akupun langsung membersihkan emak, pakaiannya ku ganti, karena aku sangat menyukai warna pink ia kuganti dengan pakaian yang serba pink, termasuk bagian celana dalamnya, HAHA (Baca: eits, jangan jorok pikiran Kelen)
Selesai ku pakaikan baju, ia kupakaikan handbody yang biasa kupakai.
Emak senyum, dan menggeleng-geleng.
“Hmmm wangi kali mamakku bah”
(Ucapku gombal pada emak)
Emak senyum, tak berapa lama Dokter pun datang.
Dokter Sahat Namanya, Dokter Sahat yang memberitahu bahwa Emak sakit Gagal Ginjal, aku menghela nafas panjang saat itu.
“Ibu harus segera cuci darah, daripada penyakit semakin tambah parah”
(Ucapnya diruangan perawat setelah dia mengecek kondisi emak di kamar 314)
Aku segera memberi tahukan keluarga besar, kami punya group yang isinya keluarga besar dan badan yang besar-besar juga, HAHA
“Kalau kata Dokter itu yang terbaik maka lakukan mbak”
(Kata Buk Hanum, Adik Mamak yang sering kami katakan Muslimah atau Ustadzah)
“Baik, bismillah yah… Kita Ikhtiar untuk emak”
(Jawabku kembali pada group keluarga)
Semua mendoakan, baik dari keluarga Ayah maupun Mamak, dan yang paling kuharukan adalah teman-teman dan para pembaca Diary Muslimah yang ikut juga mendoakan. (Baca: tuhkan aku mewek mengetik ini)
Sore tiba, aku menandatangi beberapa berkas untuk penyetujuan Cuci darah.
Aku diberi pemaparan oleh perawat yang berjaga, aku mengikuti dan berharap semoga emak segera pulih.
Nenek dari Emak memanggilku, Dada mamak sesak, akupun segera memberitahukan kepada Perawat yang berjaga, mamak ditensi dan dicek, diberikan obat penurun tensi tapi tetap saja seperti itu, ada beberapa selang waktu sebelum emak akhirnya dibawa ke ICU, ia berpesan waktu itu sebelum magrib.
“Pilihlah dia yang mencintaimu dengan tulus, menerimamu apa adanya”
(Emak berpesan, dan aku mewek tak karu-karuan)
Ada beberapa insiden yang tak bisa kujelaskan, rasanya cukup pedih menceritakan itu disini, bukan insiden dari pihak rumah sakit, tapi insiden diriku yang menangis pilu ketika emak berkata seperti itu.
Akhirnya Emak dibawa ke Ruangan ICU, aku menunggu diluar, menangis sambil memegang tasbih, Tasbib yang biasa ku genggam erat kini semakin erat.
*) Bersambung
Discussion about this post