“Bangsa yang Besar adalah Bangsa yang Menghargai Jasa Pahlawannya”
Pemerintah Kota Pematangsiantar sudah sepatutnya serius membangun Tugu Raja Sangnaualuh di Kota yang memiliki motto “Sapangambei Manoktok Hitei”. Sangat miris jika pembangunan tokoh yang mendirikan kota ini dijadikan komoditi politik atau nilai tawar deal suatu kebijakan.
Namun sayangnya, sejumlah pemimpin yang sudah silih berganti cari makan, dapat nama dan meraup keuntungan (menjabat) Walikota di Pematangsiantar, hingga hari ini belum satu pun yang menyelesaikan pembangunan tokoh yang sangat memiliki peran atas sejarah berdirinya kota ini.
Setelah sebelumya pembangunan Tugu Raja Sangnaualuh diwacanakan, kemudian dihembuskan ke sana kesini. Pemerintah kota pun melakukan peletakan batu pertama di Jalan Sangnaualuh, Tepatnya di taman kota yang ada di depan Makam Pahlawan. Sayangnya peletakan batu pertama tersebut sebatas seremonial dan tak berkelanjutan.
Berselang waktu, Pemerintah Kota kembali mengeluarkan statemen pembangunan Tugu Raja Sangnaualuh akan dipindahkan ke Talah Lapang Merdeka (Taman Bunga). Posisi lapangan ini pun berada di Jalan Merdeka dan berada persis di depan Balai Kota. Posisi yang dinilai sejumlah ahli tepat menurut Pemko saat itu.
Namun sayang wacana yang sempat menjadi angin surga bagi masyarakat yang menghargai jasa pendiri kota ini di lokasi tersebut tak terlaksana. Rencana Pembangunan pun bergulir lagi ke fase berikutnya.
Pemerintah Kota di Bawah Kepemimpinan Walikota Hefriansyah menggelar peletakan batu pertama Tugu Raja Sangnaualuh (kali kedua) di Tanah Lapang Adam Malik, Pematanmgsiantar.
Langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Kota ini pun menuai penolakan dan polemik. Ditandai dengan adanya aksi unjuk rasa kelompok masyarakat GAMIS yang turun ke Jalan.
Hal ini pun menarik perhatian Jordiman Purba, Seorang Putra Simalungun yang merasa ada sesuatu yang keliru hingga pembangunan Tugu sang Raja menuai polemik.
Kepada Newscorner.id pada Senin (3/12) siang Jordiman Purba menyampaikan setibanya di Pematangsiantar ia mempelajari bagaimana hal tersebut menuai polemik.
“Setelah tiba di Pematangsiantar dua hari yang lalu, saya coba mencari tau, apa sebenarnya yg terjadi terhadap pro kontra pembangunan Tugu Sangnaualuh Damanik yang sudah mulai dikerjakan di lokasi Lapangan Adam Malik. Ternyata berdasarkan dokumen yang saya peroleh, telah dilakukan kajian lokasi ideal posisi tugu oleh para profesional yang dibayar menggunakan APBD Kota Pematangsiantar,” ungkapnya.
Lebih jauh dirincinya, “Dan berdasarkan kajian tersebut telah dilakukan kesepakatan bersama untuk segera membangunnya di lokasi titik yang sudah disepakati. Disepakati dengan diteken semua pihak. Sekali lagi, diteken,”tegasnya.
“Sayangnya, tak tau hantu dari mana datang mempengaruhi kawan itu, lokasi titik dibangun pun berubah. Berubah dengan surat yang diteken kawan itu pula, mengabaikan kesepakatan awal.
Entah kenapa, teman-temanku yang menyebut dirinya dari agama tertentu memprotes perubahan itu dengan menggunakan agama sebagai pintu masuk. Padahal, tidakpun agama sebagai pintu masuk, perpindahan lokasi itu sudah memenuhi unsur tindak pidana, setidaknya kebohongan publik,” bebernya.
“Lalu datang pula teman-teman sekampungku yang lain, merasa terhina karena menganggap pembangunan tugu rajanya dihalangi, melakukan protes. Dan sayapun ikut terbawa kemarahan karena merasa pembangunan tugu itu dihalangi. Untungnya, karena awak mantan detektip kampung, bisa lebih bijak sedikit mendapatkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari dua sumber,” katanya.
“Dari yg mendemo atas nama agama tadi, karena memang teman lama, dan dari teman2 parsiattar yang 15 tahun lalu sudah awak atur-atur,” sebutnya.
Jadi kesimpulanku, ya hati-hatilah. Tindakan kalian sudah memenuhi unsur pidana. Tinggal menunggu saja siapa yg melaporkan dan siapa yg dilaporkan. Dan apabila itu terjadi, maka akan tercipta istilah, dang diho dang di au tumagon ma tu begu. Gitulah menurutku.” demikian Jordiman Purba menanggapinya.(vay)
Discussion about this post