Perkara kasus dugaan pelecehan oleh oknum guru PNS di SD Negeri 173297 Sigumbang, Kecamatan Siborong borong, Kabupaten Tapanuli Utara kepada sejumlah anak didiknya telah memasuki tahap persidangan dan pembacaan tuntutan.
SMN dikenakan Undang -undang RI no 35 tahun 2014 , tentang perlindungan anak dengan ancaman minimal lima tahun penjara dan maksimal limabelas tahun penjara.
Jumatongam Simamora SH,MH selaku kuasa hukum SMN Sabtu(25/5/2019) via seluler mengatakan selain bukti visum tidak ada, bukti-bukti yang diajukan serta keterangan dari saksi-saksi yang dihadirkan korban tidak berkesesuaian dengan perkara.
Dikatakannya, sesuai dengan fakta di persidangan yang melapor hanya satu orang yaitu MS (12) didampingi oleh ibunya. Sedang yang tiga orang lagi sudah duduk di SMP sebagai saksi.
Menyangkut barang bukti hanya baju yang diajukan, yaitu baju pramuka dan baju merah putih dan itupun tidak bisa dibuktikan baju itu milik siapa, lanjut Jumatongam.
Ia pun berpendapat ketika berbicara pelecehan seksual, barang bukti lebih identik apabila diajukan semisal ikat pinggang, celana bahkan celana dalam.
Sedangkan saksi yang ada dipersidangan menurutnya sangat berbeda dengan saksi yang disebutkan di Berita Acara Pemeriksaan(BAP) Kepolisian
“Saksi yang ada dipersidangan tiga orang guru dan satu orang tua murid, akan tetapi saksi yang di BAP tidak dihadirkan,” ujar Jumatongam
Belum lagi keterangan dari guru yang menjadi saksi dipersidangan yaitu P Siburian tidak ada anaknya yang jadi korban.
Disebutkan, guru yang menjadi saksi mengakui kejadian tersebut diketahui dari kepala sekolah tempat SMN bertugas sebagai guru.
Sementara saat keterangan guru itu dikonfrontir dengan kepala sekolah, hal itu langsung dibantah oleh kepala sekolah dan menolak untuk ikut campur.
Terkait dengan kronologis kejadian dikatakan sesuai pengakuan korban MS,
di mana saat jam istirahat korban dengan temannya dipanggil oleh SMN ke ruangan kelas. Setelah itu celana korban langsung dibuka serta melakukan pelecehanseksual.
Namun anehnya menurut Jumatongam, ketika pelecehan itu terjadi di pintu kelas terbuka dan temannya tidak melihat kejadian tersebut.
Menurutnya dengan rentang waktu jam istirahat sekitar 30 menit dan keadaan pintu terbuka biasanya murid selalu keluar masuk kelas.
“Jadi melihat serta menelaah semua bukti-bukti yang diajukan serta keterangan saksi-saksi dapat dikatakan tidak berkesesuaian dengan perkara hukum ” sebut Jumatongam
Jumatongam juga menolak dugaan SMN tidak ditahan, sebab faktanya SMN ditahan selama 20 hari dikejaksaan dan hal itu bisa dicek di Rutan Tarutung
Sedangkan di kepolisian tidak ditahan karena masih tahap dakwaan dan SMN termasuk kooperatif, dua kali seminggu selalu hadir untuk melapor dengan catatan ada penjamin.
“Jumlah korban sesuai fakta hukum atau persidangan adalah empat orang, bukan sebelas orang juga bukan tujuh orang,” tandas Jumatongam Simamora SH MH.
Pihak KPAD langsung audiensk dengan Kejaksaan, kemudian didapati keterangan memang pihak kejaksaan telah melakukan penahanan sedangkan oleh pihak kehakiman dilakukan penangguhan penahanan.
Selanjutnya KPAD telah mengajukan ke Pemkab Tapanuli Utara melalui BKKBN dan Bagian Hukum agar dilakukan rehabilitasi kepada tujuh orang korban.
Diakui Frengky korban yang melapor memang hanya empat orang, namun yang belum melaporkan ada tiga orang lagi dan saat ini menjadi saksi.
Saat ini KPAD akan mendampingi korban sampai pengadilan, juga meminta ke penegak hukum agar pelaku dilakukan penahanan untuk menjaga korban selanjutnya.
Dikatakan,sesuai pengakuan para korban SMN dengan alasan untuk memijat kemudian siswa disuruh memegang kelamin pelaku dan usai melaksanakan aksinya SMN selalu memberikan uang sejumlah Rp.5000 dan Rp.10.000 kepada mereka untuk tutup mulut.
Frengky mengakui memang tidak ada barang bukti, hanya sebatas keterangan dari ketujuh korban.
(Maju Simanungkalit)
Discussion about this post