Sejak dipisahkan dengan anaknya oleh suami, Chika Nainggolan tak lagi pernah melihat wajah anaknya.
Jangankan bertemu, kabar sang buah hati hasil dari perkawinannya dengan Yakub Welfried Hulu pada tahun 2003 silam pun tak pernah terdengar olehnya.
Selama sepuluh tahun sejak berpisah dengan mantan suami, Chika berjuang sendiri mencari keberadaan anaknya yang dibawa kabur.
Namun Chika tidak menyangka ternyata anaknya Ricky telah meninggal dunia sejak akhir 2008.
Kisah sedih ini dituangkan akun Birgaldo Sinaga di laman Facebooknya pada Sabtu (23/12) yang merupakan kelanjutan dari kisah sebelumnya, yakni: “Tidak, jangan ambil anakku, ini anakku, aku hanya ingin memeluknya, jangan pisahkan aku….” yang ditulis pada pada Senin (27/11) lalu.
Berikut kisah lengkapnya:
“Ricky..Anakku…Mama datang nak…Rickyyy…Rickyyy..anakkuuu…ampuni mama nak..ampuni mama nak… Ya Tuhan..kok begini nasib anakku..”, jerit Ibu Chika Nainggolan di pusara anaknya Ricky.
Chika meraung histeris memeluk pusara anak semata wayangnya Ricky Alfa Hans Hulu (3), buah hasil perkawinan dengan Yakub Welfried Hulu pada 2003.
Chika tidak menyangka anaknya Ricky telah meninggal dunia sejak akhir 2008.
Sepuluh tahun Chika mencari anaknya Ricky setelah dibawa kabur mantan suaminya Yakub.
“Ito Birgaldo..saya pergi ke Pontianak sekarang. Saya tidak sanggup lagi menunggu Jaksa mengeksekusi Yakub. Apapun yang terjadi saya harus ke Sanggau ito”.
Pesan WA Ibu Chika ini mengejutkan saya.
Senin pagi, tanggal 18 Desember Ibu Chika memutuskan pergi sendiri mencari anaknya.
Sejak Juli lalu sebetulnya Ibu Chika sudah memohon kepada Jaksa eksekutor di Medan untuk menangkap mantan suaminya yang terlacak berada di Sanggau Kalimantan Barat.
Chika dilempar bak bola pingpong.
Chika diminta menghadap ke Kejaksaan Tinggi Medan, lalu dilempar lagi ke Tipidum.
Entah berapa kali. Chika menyerah.
Beberapa kali saya menasihati agar Chika jangan putus asa.
Terus mendesak Jaksa agar segera mengeksekusi terpidana Yakub yang telah diketahui keberadaannya.
Sayangnya para Jaksa tidak peduli.
Chika mendengar harus menyediakan biaya akomodasi dan transportasi jaksa eksekutor agar bisa menjemput terpidana.
Chika menyerah. Ia tidak punya uang.
Ia seorang Janda dan bekerja hanya guru les.
Chika tidak punya uang untuk membiayai eksekutor.
Chika memutuskan berangkat sendiri.
Tidak peduli apa yang terjadi. Keputusannya sudah bulat.
Mimpinya hampir setiap malam tentang jerit panggilan tangis anaknya tidak mampu lagi ditahannya.
Hampir setiap malam Chika tidak bisa tidur. Ricky selalu memanggil namanya.
Pada November lalu, Chika menemui saya.
Ia menceritakan kisah duka deritanya.
Saya tadinya tidak mengenal Chika sama sekali.
Ia follower saya.
Kami bertemu di Medan di bilangan Medan Baru.
Chika bercerita dengan air mata menderas dipipinya.
Pagi itu pertengahan Januari 2007, Chika ditemani saudaranya meluncur ke sebuah gereja di bilangan Helvetia Medan.
Feelingnya berbisik mungkin anak semata wayangnya sedang sekolah minggu.
Chika sudah seminggu lebih mencari keberadaan anaknya setelah direbut oleh mantan suaminya Yakub dari rumahnya di Tebing Tinggi.
Mereka baru saja diputus cerai oleh hakim PN Medan.
Hak asuh anak jatuh ke tangan suaminya.
Tapi Chika langsung menyatakan banding.
Dengan demikian anaknya masih tetap dalam asuhan Chika sebelum ada keputusan final inkracht.
Minggu pagi pertengahan Januari, sekolah minggu di gereja Helvetia Medan ramai anak-anak.
Dari balik jendela, Chika mengintip.
Dadanya bergemuruh gugup.
Chika melihat anaknya sedang asyik bernyanyi mengikuti gaya kakak guru sekolah minggu.
Chika mendekat. Ia memanggil anaknya.
“Ricky..Ricky..Nak.. Kemari nak.. Mama kangen kamu nak”, panggil Chika sambil melambaikan tangannya.
Sontak anaknya berlari sambil menyebut kencang Mamaaaaa.
Chika mengejar anaknya. Ia menangis haru.
Ia mendekap erat anaknya. Ia terus memeluk sambil berurai air mata.
Seminggu tidak bertemu anaknya membuat Chika stres berat. Ia terus mencari anaknya.
“Apa kabar nak.. Mama rindu dan sayang kali sama kamu nak.. “, ucap Chika sambil terus menciumi pipi anaknya.
“Lepaskan dia… Jangan kau peluk dia.. Lepaskannn!! “, teriak Yakub tiba-tiba menghardik Chika.
Matanya melotot. Ia mencengkeram tangan Chika. Merebut anak bayi Ricky 3 tahun itu dari pelukan Ibunya.
“Tidak… Aku mohon jangan pisahkan aku dengan anakku. Aku rela sekali saja dalam seminggu bisa melihat anakku”, ujar Chika memelas sambil mengatupkan kedua tangannya.
“Pergi kau. Kau tidak berhak. Pergiii!!”, usir Yakub melotot.
“Tidakkk.. Jangan ambil anakku.. Tidakkk… Ini anakku… Aku hanya ingin memeluknya… Jangan pisahkan aku dengan anakku..!! “, teriak Chika keras memecah keheningan pagi halaman gereja.
“Tidak. Sekalipun tidak ku ijinkan kau melihat anakku. Sana pergi. Pergii!! “, bentak lelaki itu keras sambil memukul dada Chika beberapa kali hingga Chika jatuh terjengkang.
Chika bangkit mengejar. Memohon-mohon agar dibiarkan memeluk anaknya.
Lagi-lagi lelaki itu mendorong keras Chika hingga terjengkang jatuh.
Lalu si lelaki itu pergi membawa anak kecil itu diiringi histeris tangis Chika.
“Hancur hatiku Ito. Hancur “, lirih Chika dengan mata memerah di depan saya.
Sesekali bibirnya bergetar ketika menyebut nama anak semata wayangnya yang kini entah berada di mana.
Sesekali Chika menahan nafas seakan menyerah atas 10 tahun usahanya mencari di mana anaknya kini berada.
Ia kehilangan anaknya pada usia 2.5 tahun. Pada 2007, ayah si anak membawa lari anaknya. Hilang bak ditelan rimba.
Perjuangan Chika sudah pada tahap tidak tertahankan lagi. Ia sudah putus asa tidak tahu hendak mengadu kemana.
“Mungkin tinggal menunggu gila saja saya bang”, lirihnya sambil menyeka air matanya dengan punggung tangannya.
10 tahun perjuangannya mencari jejak anaknya bikin Chika hampir gila.
Air matanya setiap malam menetes membayangkan buah hatinya.
Sedang apa dia? Apakah dia kedinginan? Sudah makan? Sudah mandi? Gimana sekolahnya?
Ia menunjukkan beberapa foto bayi mungil usia 2 tahun. Foto saat Chika mendekap anaknya. Foto penuh kebahagiaan buah hatinya.
Itulah kenangan terakhir bayi yang dilahirkannya dalam pelukannya.
Kini anaknya jika hidup menginjak usia sekitar 14 tahun. Sudah remaja. Tapi dimanakah dia?
“Tubuhku masih hidup bang. Tapi jiwaku sebenarnya sudah hancur bang. Setiap malam menjelang tidur erangan suara anakku memanggil namaku begitu kencang ditelingaku. Aku sulit tidur. Jika sudah begitu hanya tangis yang bisa ku lakukan bang”, ucap Chika sambil terisak.
Putusan MA yang sudah inkracth soal hak asuh anak yang jatuh ke tangannya tidak tereksekusi karena anaknya dibawa lari entah kemana oleh mantan suaminya.
Putusan MA soal penganiayaan 10 bulan penjara untuk mantan suaminya juga sudah inkracth.
Mantan suaminya sudah masuk DPO oleh Kejaksaan. Masuk dalam daftar buronan.
“Apa yang bisa saya bantu ito”, ucap saya pelan.
“Saya ingin anak saya kembali ke pelukan saya ito. Tolonglah ito. Sudah capek putus asa saya bolak-balik dipimpong sama mereka. Padahal saya sudah beritahu alamat mantan suami saya, tapi mereka tidak peduli”, lirih Chika sambil menyeka air matanya.
Chika tidak menyerah. Ia terus berjuang mencari anaknya.
Ia terus mengintip rumah mantan mertuanya.
Ia terus menemui mantan kakak iparnya.
Ia terus memasang telinga dan mata.
Dari keluarga mantan suaminya tidak ada satupun informasi yang bisa didapatnya.
Hingga pada Juli lalu, Chika berhasil melacak keberadaan mantan suaminya.
Air matanya selalu mengalir hampir setiap malam.
Sepuluh tahun tersiksa kerinduan yang tidak terperi mengiris batinnya.
Ia tidak tahu seperti apa anaknya sekarang.
Seperti apa muka anaknya sekarang.
Ia tidak tahu apakah anaknya masih hidup atau sudah meninggal.
Ia tidak tahu di mana anaknya. Ia hanya punya foto bayi anaknya.
Padahal jika hidup mungkin anaknya sudah remaja sekarang.
Mungkin tidak sama lagi wajahnya. Inilah kehidupan yang paling menyiksa.
Nasib anaknya tidak diketahuinya. Masih hidup atau sudah mati.
Ia hanya tahu selagi nafasnya masih ada akan terus mencari anaknya sekalipun ke ujung bumi.
Siksaan batin dan jiwa itu menguras akal, perasaan dan pikirannya.
Hingga sekarang Chika terus bertahan menyendiri. Ia tidak bisa membuka diri pada laki-laki lain.
Ia rela hidup sendiri sampai menemukan anaknya hidup atau mati.
“Tapi dimana kini kau berada anakku? “, bisik batin Chika setiap saat.
Tadi pagi, Sabtu 23 Desember 2017, setelah 5 hari di Sanggau mencari keberadaan anaknya Ricky, Chika dapat kabar mengejutkan.
Bak disambar geledek maha dahsyat Ricky ternyata telah meninggal dunia pada 31 Desember 2008.
Chika lunglai. Kakinya tak sanggup menahan bobot tubuhnya.
Ia tidak menyangka nasib tragis menimpa anak semata wayangnya. Rasanya langit runtuh.
Chika mendapat kabar dari Pendeta Haris yang mengebumikan Ricky.
Chika menemui Pendeta Haris tempat mantan suaminya bergereja.
Dengan mengerahkan segenap kekuatan jiwanya Chika diajak ke makam anaknya.
Belum sampai di pusara anaknya Chika menjerit histeris.
Ia menangis kencang di pusara anaknya.
Ia meraung-raung sekerasnya.
Ia memukul-mukul batu nisan anaknya.
“Tidak mungkin. Oh tidak mungkin. Rickyyyy..Rickyyy..oh anakku…oh anakku..Ampuni mama nak…ampuni mama yang tidak bisa menjagamu…ya Tuhan..!!”, jerit histeris Chika berulang-ulang. Saudara Chika di Sanggau Lamser Sinaga berupaya menenangkan Chika yang menangis sesunggukan.
Chika mendapat kabar, setelah Yakub melarikan diri dari Medan pada pertengahan 2007, Yakub menikah dengan seorang dokter bernama Herlina pada 2008.
Mereka menikah. Chika mendengar dari tetangga mereka, kematian Ricky anaknya tidak wajar.
Ricky mungah-muntah. Diduga kepalanya dibenturkan hingga meninggal.
Padahal tidak ada tanda-tanda Ricky sakit saat itu.
“Ito Birgaldo..hatiku hancur sekarang. Gak sanggup lagi aku ito. Bantu doa ya ito.”, balas Chika melalui pesan WA kepada saya.
Chika saat ini masih di Sanggau Kalbar.
Ia akan berjuang menyeret mantan suaminya agar bertanggung jawab.
Juga Chika akan melaporkan kasus kematian anaknya yang tidak wajar itu ke Polda Kalbar.
Saya terdiam. Tidak sanggup menjawab teleponnya.
Dari balik handphone terdengar lirih tangis Chika.
Impiannya pada November lalu ingin memeluk anaknya jika bertemu musnah sudah.
Chika membayangkan Ricky sudah remaja kelas 2 SMP.
Tapi ternyata Ricky sudah meninggal sejak sepuluh tahun lalu.
Setengah tahun sejak berpisah dengannya di Medan.
Lamat-lamat saya mendengar lagu Ave Maria.
Lagu menyayat kalbu dengan irama mendayu perih.
Sungguh saya tidak menyangka hadiah natal bagi Chika seorang Ibu yang berjuang mencari anaknya adalah alamat pusara anaknya.
Sepuluh tahun bermimpi buruk berakhir dengan hantaman palu meremuk dada yang hampa kehilangan anaknya.
Semoga Tuhan menolongmu tetap kuat menghadapi tragedi hidup yang menyedihkan ini.
Tetap tegar dan kuat Ito Chika… Salam perjuangan penuh cinta,”Demikian ditulisnya(RED)
Discussion about this post