Hari Raya Idul Fitri yang seharusnya jadi hari paling bahagia bagi tiap keluarga muslim di seluruh belahan bumi, ternyata menjadi hari paling menyedihkan dan menyayat kalbu bagi keluarga Ngatiman.
Pria berusia enampuluh tahun yang sehari-hari bekerja sebagai buruh panggul di pasar ini. Pada perayaan lebaran 1 Syawal 1438 Hijriah yang jatuh Minggu (25/6) silam ia harus kehilangan anak bungsunya.
Anak bungsunya meninggal secara mengenaskan setelah dianiaya dan dihakimi massa atas tuduhan hendak mencuri sepeda motor.
Peristiwa persekusi yang terjadi di Dusun III Kampung Banten, Desa Paya Lombang, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai ini pun masih menyisakan sejumlah misteri.
Bagai disambar petir di siang bolong bagi keluarga begitu peristiwa tewasnya Nur Jamal (17) pelajar kelas dua SMA Negeri 3 Tebingtinggi ini.
Betapa tidak pagi menjelang siang Nurjamal berpamitan kepada ibunya Sutinem (52) untuk bermain–main menemui temannya di hari raya.
Bahkan sebelum pergi Nur Jamal masih minta uang lima belas ribu rupiah kepada ibunya yang sehari–hari berjulan tape keliling.
Berpamitan dan meminta uang itu pula lah pertemuan terakhir Sutinem, warga Jalan Koperasi, Kelurahan Karya Jaya, Kecamatan Rambutan, Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara ini dengan anak bungsunya.
Sebab, saat pulang ke rumah, putra kesayangannya itu tak lagi bernyawa. Nur Jamal tewas setelah diamuk massa karena dituduh mencuri sepedamotor di kampung lain.
Betapa hancur hati Sutinem sekeluarga.
Hari dan minggu berganti disusul bulan, namun kisah kematian Nur Jamal yang sempat bercita –cita menjadi tentara ini pun masih menyisakan sejuta kepedihan dan misteri bagi keluarga.
Kasus meninggalnya Nur Jamal dibawah kekejaman dan amukan massa sudah dilaporkan ke pihak kepolisian. Keluarga yang tidak terima atas peristiwa kematian Nur Jamal mencoba mencari keadilan dengan bantuan saran dari kerabat, mereka pun membuat laporan pengaduan ke Polsek pada 1 July 2017 silam.
Selanjutnya mereka menerima surat dari Kepolisian Resort Tebing Tinggi, tentang perkembangan kasus kematian Nur Jamal. Sayangnya sampai tanggal 13 Agustus 2017 mereka belumm mendapat kepastian hukum atas peristiwa yang merenggut nyawa itu.
Tak mampu berbuat banyak, Suparli salah seorang abang Nurjamal pun mencurahkan semua keluh dan kesahnya ke media social. Berbagai komentar pun ia terima disana, banyak yang mencela dan menyebut bahwa sudah pantas maling dimassakan (persekusi).
Meski cukup banyak juga yang berempati atas musibah yang menimpa.
Saat dihubungi Newscorner.id , Suparli menceritakan bagaimana cerita peristiwa tersebut sampai kepada mereka dan bagaimana kresahan serta kegundahan yang mereka alami.
Hingga saat ini mereka masih mencari kedailan atas kejadian yang menimpa adiknya.
Dikisahkan Suparli, sore 25 Juni 2017 ia dan abangnya Sugianto sedang bersilaturahmi di rumah Condro, Lingkungan III yang berjarak sekitar satu kilometer dari rumahnya.
Seolah tak percaya dengan apa yang didengarnya, ia dihubungi melalui telepon bahwa adiknya sedangsekarat dan saat ini tengah berada di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi.
Ia pun menyampaikan kabar tak baik itu kepada abangnya, seketika itu pula lah mereka bergegas.
Suparli pulang ke rumah, sementara abangnya Sugianto berangkat ke rumah sakit.
Ternyata kabar yang diterimanya benar, saat pulang ke rumah untuk menyampaikan kabar itu, Suparli tak lagi menemukan Ngatiman orang tuanya.
Saat itu Ngatiman telah berada di Polsek Tebing Tinggi, dan selanjutnya ke rumah sakit untuk memastikan kondisi dan keberadaan anaknya.
Ternyata apa yang ia dengar dengar sebelumnya dari temannya bahwa ada anak Brohol Dalam yang dimassakan di Payah Lombang adalah adiknya.
Malam itu juga, sekitar pukul 19 .20 WIB hari raya pertama, gema takbir yang biasanya masih terdengar, tergantikan raungan suara sirine ambulance yang membawa jenazah Nur Jamal ke rumah duka.
Kerumunan orang dan warga memenuhi rumah dan halaman, mengucapkan rasa turut berduka dan melantunkan ayat –ayat suci menghantarkan Nur Jamal kembali kepada sang Khalik.
Disampaikan Suparli, pada malam itu rumah mereka juga kedatangan tamu sejumlah petugas kepolisian.
Kedatangan polisi itu menanyakan kepada keluarga apakah jenazah Nur Jamal akan di otopsi atau tidak.
Namun keluarga mereka saat itu menyatakan agar jenazah tak usah diotopsi, mengingat kondisi ekonomi keluarga mereka yang tak mampu dan mereka memahami bahwa biaya otopsi sangatlah mahal.
“Saat malam itu ada beberapa polisi dari Tebing yang datang pak, menanyakan apakah almarhum (Nur Jamal) akan diotopsi, tapi kami bilang gak usah karena kami orang tak mampu dan otopsi mahal. Habis itu polisinya moto moto dan pergi,“ ujar Suparli.
Keesokan harinya setelah dimandikan dan disholatkan, para kerabat dan sejumlah warga pun menghatarkan jenazah Nur Jamal ke TPU Islam Gang Ikhlas, tak jauh dari kediaman mereka.
Usai acara pemakaman, informasi dan cerita tentang tewasnya Nur Jamal pun makin sampai ke telinga mereka.
Baik dari postingan orang di facebook maupun informasi yang mereka dengar langsung dari orang.
Dijelaskan Suparli, informasi yang sampai kepada mereka kejadian tersebut berawal ketika Nur Jamal tertangkap saat mendorong satu unit sepeda motor Mega pro milik S, warga Sungai Pinang yang sedang bertamu di rumah K, di Dusun III Kampung Banten, Desa Paya Lombang, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai.
Melihat ada orang yang mendorong sepeda motor milik tamunya W istri K pun meneriaki maling.
“ Informasi yang kami dapat pak, saat itu almarhum ketahuan mendorong sepedamotor megapro sobirin tamunya pak kasno. Trus diteriakin maling sama ibu w istrinya pak k, saat itu lah warga mengamuk dan menghakimi adik saya, “ cerita Suparli.
Ditambahkan Suparli, K masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan ibunya Sutinem.
Sekitar lima bulan sebelum peristiwa mengenaskan itu Sutinem berkunjung kesana dan membawa Nur Jamal.
“ Sebenarnya kami masih ada hubungan saudara sama pak mkasno, neneknya mamak, kakak beradik dengan neneknya pak K.
Lima bulan sebelum kejadian mamak baru kesana sama almarhum jalan –jalan,” tambahnya.
Kini semua telah terjadi, Suparli dan keluarga serta kedua orangtuanya pun menaruh harapan yang sangat besar kepada pihak kepolisian untuk mengungkap kasus kematian akibat kekerasan dan tindakan main hakim sendiri yang menimpa adiknya Nur Jamal.
Kapolres Tebing Tinggi, AKBP Ciceu Cahyati Dwimeilawati,SH,MH yang dikonfirmasi atas kasus tersebut mengarahkan penulis untuk menghubungi Kasubbag Humas sebab Kapolres yang akrab dipanggil ibu Cece ini mengaku sedang sertijab di Polda Sumut.
“ Ke kasubag Humas saja ya, soalnya saya lagi di polda ini sertijab ,” ujar ibu Cece sambil mengakhiri sambungan telepon.
Merasa keadilan tak kunjung mereka dapatkan, selanjutnya Sabtu 16 Desember 2017, Suparli dan keluarganya kembali menghubungi Newscorner. id dan menyampaikan luahan hati mereka.(Vay)
Discussion about this post